BERSENYUM KOTAKU

on Selasa, 29 Desember 2015
"Temanggung”

Walaupun ada banyak hal yang harus aku kerjakan disini, entah mengapa beberapa kali aku pun tak lupa untuk melirik ponselku. Menunggu seseorang menanyakan kabar dan mengatakan rindu. Dengan sesekali aku melirik jam yang sedari tadi berisik “tik-tok-tik-tok”, dan disela-sela kesibukanku ini aku juga sempatkan diri untuk membuka kalender. Mencari warna merah dan menghitung-hitung layaknya masa SD dulu.
Semacam dapat lollipop dari guru matematika, rasa bahagia ini tidak bisa lagi aku bendung. Meluap-luap dan sejadi-jadinya.
Di akhir bulan Desember nanti, aku punya kesempatan pulang ke kampung halaman. Dan saking banyaknya deadline serta absen yang wajib diisi tiap pekannya, aku lagi-lagi lupa dengan segalanya. Pokoknya Sudah mirip mahasiswa sibuk gilak. Tidak terasa juga, sudah sebuan lebih aku berada disini. Dan bagaimanapun aku harus pulang, dengan memanfaatkan kesempatan emas ini haha. Namun rasa bahagia ini, tentu bukan hanya aku yang akan mengalami. Tetapi juga semua pasukan anak kos yang memang sudah lama berjuang disini untuk IP yang tinggi.
Dan aku yang memang anak perantauan, harap lebih dimaklumi saja. Karena semenjak tinggal di Jogja aku jadi sedikit lebih kudet soal kotaku yang sekarang. Aku bisa menebak kemungkinan yang akan aku rasakan ketika pertama kali masuk melewati gapura “Selamat Datang di Temanggung”, karena aku yakin akan ada sesuatu yang berbeda yang aku lihat dan aku rasakan.
Intinya, sekarang aku kangen sama suasana di rumah. Namun, ahh . . . lagi-lagi ketika aku mulai menikmati rindu yang datang ini, setumpuk tugas dan pekerjaan kos sepeti mencuci, menyapu, masak nasi dan bla bla bla, membuat kangen ini sedikit tersisihkan. But its oke, aku bisa menyambungnya nanti malam.

***

Aku yang setahun lalu datang dari lereng sumbing-sindoro menuju ke lereng merapi, dari kota tembakau ke kota gudeg dan hingga akhirnya tiba di daerah yang istimewa. Well tempat ini jangan disebut “kota” kalau kata Kak Dwita. Karena namanya Daerah Istimewa.
Dan yeahh, ini adalah musim libur, musim dimana kos-kosan sepi tak berpenghuni.
Kangen kangen kangennnnnn.. rasanya pengen cepet-cepet gas agar sesampainya disana, aku masih bisa melihat matahari mengintip dari balik gunung yang gagah menjulang berdempetan. Nah itu dia! Susi-ku. “Sumbing-Sindoro”.
Sudah tak sabar lagi, aku pun kembali memeriksa ranselku. Memastikan semua keperluan sudah tertata rapi di dalam dan tidak ada yang ketinggalan. Mungkin hanya untuk beberapa hari saja aku meninggalkan jogja, namun percayalah ini sangat berarti bagiku.
            Sentuhan khas kota tembakau sudah tercium dari kejauhan. Dimana aku sudah bisa merasakannya ketika aku masih di perjalanan, tepat di kota Magelang. Lampu merah yang berkali-kali membuatku harus berhenti memang sedikit menguras waktuku. “Please Calm Down, beibh”, hihihi itu kalimat yang aku baca dari bak pasir milik salah seorang sopir yang berhenti di depanku. Oke, I’m Calm :D.
            Seperti ada magnet yang membuat kedua rodaku terus melaju. Tanpa henti dan sangat lincah akan kondisi jalan yang menuju kotaku. Dan sepertinya dia tahu kemana harus pulang, tanpa harus ada arahan dari kedua tanganku. Jujur, tidak pernah aku melakukan kerjasama sebaik ini, yeah.. kerjasama yang terjalin antara aku dan sepeda motorku. Hehe.
Tak terasa hawa dingin mengikutiku sejak tadi. Ia menusuk-nusuk tulang belulangku. Dan nafasku kini tidak lagi normal, membuat kaca helmku tertutup uap dingin yang berasal dari pernafasanku. Sedikit menghalangi pemandangan bentang alam dari Jembatan Rel di Kali Kuas. Namun aku tidak begitu menghiraukan uap ini. Aku terus melaju bersama sepeda motorku untuk menuju pusat kota Temanggung. Dan sesampainya di perbatasan kota, aku disambut  hangat oleh sederetan pohon dengan cat warna peach di pinggir jalan. Dengan sesekali mereka kibaskan rimbunnya daun untuk memberikan sentuhan yang menimbulkan rindu ini semakin menjadi.
Aromanya, kesejukannya membuat aku semakin kagum akan tanah kelahiranku ini. Senang rasanya melihat beberapa lokasi yang mengalami kemajuan, serta bangunan-bangunan jadul yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah kabupaten. Dan yang terlihat pada kenyataan sekarang ini, kotaku tidak setenang dulu. Namun, bisingnya kota karena saking banyaknya pengguna jalan serta riuhnya suara klakson ini malah membuatku merasa bangga. Karena sekarang kotaku tidak lagi sepi, tidak seperti zaman aku SMP dulu. Karena pada waktu itu apa yang kebanyakan orang butuhkan tidak bisa mereka dapatkan disini, sudah mirip kota mati. Dan Temanggoeng Tempo Doeloe, memang teramat berkesan dan susah dilupakan bahkan masih sering dirindukan oleh sebagian masyarakat. Tapi bukan masyarakat era 95’an seperti aku ini. Yang sedikit bersifat hedonisme. Tidak mencintai produk lokal, malah beralih ke pasar Neo-Liberal yang mematikan pasar tradisional. Sudah kelewat ABG Labil pokoknya.
Dan tak jauh berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, ciri khas juga hampir sama dimiliki oleh kotaku. Salah satunya adalah alun-alun. Dan lokasi itulah yang aku pilih sebagai tempat persinggahan. Tepatnya disebuah Masjid Agung Darusaalam, persis disebelah utara alun-alun. Aku parkirkan motorku dan masuk ke dalam  untuk sembahyang dan sesaat menikmati pusat kota. Tempat ini benar-benar membuatku menjadi orang asing. Berkali-kali aku dikejutkan oleh wajah baru kota Temanggung. Yaa maklum saja, aku memang sudah lama tidak pulang. Jadi terlihat heran gitu dehh.. hehe. Aku cukup banyak dikagetkan oleh nuansa baru di kota ini, banyak banget yang berubah pokoknya.
Dan aku senang menikmati ini, duduk imut di depan masjid agung. Berleha-leha dan bebas berandai mengulang waktu. Dan satu persatu bayang-bayang masa lalu bergantian menghampiriku. Dimana kota ini menyimpan banyak kenangan dan sejarah untuk aku di masa culunku bersama teman-teman SMA dulu. Buk . . Berikan kesempatan agar aku bisa pulang lebih malam. Ingin sekali rasanya aku melihat ketika lampu-lampu yang terlilit itu menyala dan berkelap-kelip. Pasti dia kelihatan lebih cantik di malam hari.. :) andai kamu punya ini dari dulu pas aku masih SMA. Ah.. malah jadi keinget mantan kan.
Berjalan menghirup udara malam disini, menghabiskan waktu dengan ribuan cerita jenaka. Malam itu indah tidak bertepi, apa lagi tepat dibawah sinar rembulan. Genggaman tangan dari mantan 2 tahun lalu kembali terasa lagi sore ini, aku ingat betul kita duduk tepat sejengkal dibawah lampu kota sambil nyanyiin lagunya Anggrek Boelan. Backsongnya sih lagu lokal aja dari tetangga. Genrenya reggae tapi syairnya romantis hehe. Makasih aja buat kemarin, pokoknya nice to meet you. Astagfirullahalazim, malah baper. Duhh!
Tidak terasa Azan Ashar-pun berkumandang, sudah sejauh mana aku ini melamun. Yang pasti aku tidak kuasa lagi memiliki ruang untuk terus melamunkan masa lalu yang indah itu. Karena aku tahu perjalanan untuk sampai ke rumahku masih lumayan jauh. Jadi dengan berat hati aku harus mengangkhiri semua ini. Namun tidak akan cukup sampai disini. Karena pesona Temanggung akan lebih terasa ketika aku melanjutkan perjalananku menuju rumah.
            Terbukti dengan adanya beberapa bangunan dan atribut baru yang disajikan untuk para pelancong maupun masyarakat asli. Bukti itu sangat nyata adanya. Mereka bukan saja menghias pusat kota, namun pada daerah-daerah lain yang masih merupakan bagian dari Kabupaten Temanggung. Yang jelas, aku bangga melihatmu bersenyum kembali, setelah apa yang kau alami beberapa tahun ini. Namun semua itu tentu tak lepas dari kehadiran primadona kita yang menjadikan kota ini sebagai kota Metropolitan. Dimana dia sangat berperan penting, menjadikan Tembakau sebagai IKON kota Temanggung. Dan emas hijau yang seksi ini hadir sebagai anugrah dalam pulung dari Tuhan. Dia adalah fenomena alam bernama Srintil.
Srintil bukanlah sesosok gadis desa yang menjadi primadona pemuda, namun lebih dari sesosok yang seksi yang didambakan semua petani tembakau. Yang slalu mendapat perlakuan istimewa dari pabrik-pabrik rokok, sebab Srintil menjadi bumbu rahasia dalam pembuatan rokok. Aromanya yang khas dan begitu kuat memberikan sensasi kenikmatan yang luar biasa di sisi penikmat tembakau.
Dan sebagai masyarakat lokalnya, aku patut bangga atas apa yang dimiliki kotaku tercinta ini. Karena negeri kami adalah satu-satunya penghasil tembaku dengan kwalitas nomer 1 di Indonesia bahkan dunia. Sungguh fantastis untuk si seksi dari lereng Sindoro dan Sumbing ini, yang terlihat memang tidk sebanding dengan morfologinya yang busuk, dan becek berair, namun itulah madu yang mengalir dari lembaran daun nikotin. Tapi sayang.. dia tidak akan nampak pada bulan ini. Mungkin lain kesempatan apabila waktu itu tiba, aku akan datang menyaksikan proses terciptanya Dewi Srintil. Sehingga aku bisa merasakannya lagi sentuhan khas kota Tembakau.
            Tidak lupa, aku senantiasa melantunan dalam untaian doa harapan yang dikumandangkan agar esok hari tetap cerah, dan untuk tahun 2016 mendatang, harapannya Temanggung menjadi kota yang dapat dibanggakan oleh Indonesia. Diakui atas segala yang dimilikinya. Diakui keberadaannya. Dan bukan hanya kota metropolitan disisi timur Sindoro dah Sumbing di bulan Agustus hingga September. Namun juga untuk setiap bulannya. Meski begitu, semua masih menjadi harapan yang semoga menjadi kenyataan. Amin.

Dan tanpa ada batasan waktu lagi, Temanggung bagiku adalah Surga kecil dari bulan Januari hingga bulan Desember. Dari aku lahir hingga aku mati nanti.

***

0 komentar:

Posting Komentar